ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER
ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER
A. DEFINISI
Divide and conquer adalah paradigma desain algoritma yang didasarkan pada rekursi multi-cabang. Algoritma divide-dan conquer bekerja dengan memecah masalah secara rekursif menjadi dua atau leih sub-masalah dari jenis yang sama atau terkait, hingga masalah ini menjadi cukup sederhana untuk diselesaikan secara langsung. Solusi untuk sub-masalah kemudian digabungkan untuk memberikan solusi untuk masalah aslinya.
Teknik divide and conquer ini adalah dasar dari algoritma yang efisien untuk semua jenis masalah, seperti pengurutan (misalnya, quicksort, jenis penggabungan), mengalikan angka-angka besar (misalnya algoritma Karatsuba), menemukan pasangan titik terdekat, analisis sintaksis (misalnya, parser top-down ), dan menghitung transformasi Fourier diskrit.
Memahami dan mendesain algoritma divide and conquer adalah keterampilan kompleks yang membutuhkan pemahaman yang baik tentang sifat dasar masalah yang akan dipecahkan. Seperti ketika membuktikan teorema dengan induksi, seringkali masalah asli harus diganti dengan masalah yang lebih umum atau rumit untuk menginisialisasi rekursi, dan tidak ada metode sistematis untuk menemukan generalisasi yang tepat. Komplikasi bagi-dan-taklukkan ini terlihat saat mengoptimalkan penghitungan angka Fibonacci dengan rekursi ganda yang efisien.
Kebenaran dari algoritma bagi-dan-taklukkan biasanya dibuktikan dengan induksi matematis, dan biaya komputasinya sering ditentukan dengan menyelesaikan hubungan pengulangan.
B. SEJARAH
Algoritma divide and conquer di mana sub-masalah berukuran kira-kira setengah dari ukuran aslinya, memiliki sejarah yang panjang. Sementara deskripsi yang jelas tentang algoritma pada komputer muncul pada tahun 1946 dalam sebuah artikel oleh John Mauchly, gagasan untuk menggunakan daftar item yang disortir untuk memfasilitasi pencarian berasal dari setidaknya sejauh Babylonia pada 200 SM. Algoritma divide and conquer kuno lainnya adalah algoritma Euclidean untuk menghitung pembagi persekutuan terbesar dari dua bilangan dengan mengurangi bilangan tersebut menjadi subproblem ekuivalen yang lebih kecil dan lebih kecil, yang berasal dari beberapa abad SM.
Contoh awal dari algoritma bagi dan aklukkan dengan beberapa subproblem adalah deskripsi Gauss tahun 1805 tentang apa yang sekarang disebut algoritma Cooley-Tukey fast Fourier transform (FFT), meskipun dia tidak menganalisis jumlah operasinya secara kuantitatif, dan FFT tidak tersebar luas sampai ditemukan kembali lebih dari satu abad kemudian.
Algoritma D&C dua subproblem awal yang secara khusus dikembangkan untuk komputer dan dianalisis dengan tepat adalah algoritma pengurutan gabungan, yang ditemukan oleh John von Neumann pada tahun 1945.
Contoh penting lainnya adalah algoritma yang ditemukan oleh Anatolii A. Karatsuba pada tahun 1960 yang dapat mengalikan dua angka n- digit dalam O operasi (dalam notasi Big O). Algoritma ini membantah dugaan tahun 1956 Andrey Kolmogorov operasi akan diperlukan untuk tugas itu.
Sebagai contoh lain dari algoritma bagi-dan-taklukkan yang awalnya tidak melibatkan komputer, Donald Knuth memberikan metode yang biasanya digunakan kantor pos untuk merutekan surat: surat diurutkan ke dalam kantong terpisah untuk wilayah geografis yang berbeda, masing-masing kantong ini diurutkan sendiri ke dalam batch untuk sub-wilayah yang lebih kecil, dan seterusnya sampai dikirimkan. Ini terkait dengan jenis radix, dijelaskan untuk mesin sortir kartu berlubang sejak tahun 1929.
C. CARA KERJA
Objek masalah yang di bagi adalah masukan (input) atau instances yang berukuran n: tabel (larik), matriks, dan sebagainya, bergantung pada masalahnya. Tiap-tiap masalah mempunyai karakteristik yang sama (the same type) dengan karakteristik masalah asal, sehingga metode Divide and Conquer lebih natural diungkapkan dalam skema rekursif. Sesuai dengan karakteristik pembagian dan pemecahan masalah tersebut, maka algoritma ini dapat berjalan baik pada persoalan yang bertipe rekursif (perulangan dengan memanggil dirinya sendiri). Dengan demikian, algoritma ini dapat diimplementasikan dengan cara iteratif (perulangan biasa), karena pada prinsipnya iteratif hampir sama dengan rekursif. Salah satu penggunaan algoritma ini yang paling populer adalah dalam hal pengolahan data yang bertipe array (elemen larik). Mengapa ? Karena pengolahan array pada umumnya selalu menggunakan prinsip rekursif atau iteratif. Penggunaan secara spesifik adalah untuk mencari nilai minimal dan maksimal serta untuk mengurutkan elemen array. Dalam hal pengurutan ini ada empat macam algoritma pengurutan yang berdasar pada algoritma Divide and Conquer, yaitu merge sort, insert sort, quick sort, dan selection sort. Merge sort dan Quick sort mempunyai kompleksitas algoritma O(n ²log n). Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan pengurutan biasa dengan menggunakan algoritma brute force.
Skema umum algoritma Divide And Conquer :
D. PENERAPAN ALGORITMA
1. Pemecahan Masalah Convex Hull dengan Algoritma Divide and Conquer
Pada penyelasaian masalah pencarian Convex Hull dengan menggunakan algoritma Divide and Conquer, hal ini dapat dipandang sebagai generalisasi dari algoritma pengurutan merge sort. Berikut ini merupakan garis besar gambaran dari algoritmanya:
Pertama-tama lakukan pengurutan terhadap titik-titik dari himpunan S yang diberika berdasarkan koordinat absis-X, dengan kompleksitas waktu O(n log n).
Jika |S| ≤ 3, maka lakukan pencarian convex hull secara brute-force dengan kompleksitas waktu O(1). (Basis).
Jika tidak, partisi himpunan titik-titik pada S menjadi 2 buah himpunan A dan B, dimana A terdiri dari setengah jumlah dari |S| dan titik dengan koordinat absix-X yang terendah dan B terdiri dari setengah dari jumlah |S| dan titik dengan koordinat absis-X terbesar.
Secara rekursif lakukan penghitungan terhadap HA = conv(A) dan HB = conv(B).
Lakukan penggabungan (merge) terhadap kedua hull tersebut menjadi convex hull, H, dengan menghitung da mencari upper dan lower tangents untuk HA dan HB dengan mengabaikan semua titik yang berada diantara dua buah tangen ini.
Permasalahan convex hull adalah sebuah permasalahan yang memiliki aplikasi terapan yang cukup banyak, seperti pada permasalahan grafika komputer, otomasi desain, pengenalan pola (pattern recognition), dan penelitian operasi. Divide and Conquer adalah metode pemecahan masalah yang bekerja dengan membagi masalah menjadi beberapa upa-masalah yang lebih kecil, kemudian menyelesaikan masing-masing upa-masalah tersebut secara independent, dan akhirnya menggabungkan solusi masing-masing upa-masalah sehingga menjadi solusi dari masalah semula.
Algoritma Divide and Conquer merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian masalah convex hull. Algoritma ini ternyata memiliki kompleksitas waktu yang cukup kecil dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan ini (jika dibandingkan algoritma lain). Selain itu juga, algoritma ini dapat digeneralisasi untuk permasalahan convex hull yang berdimensi lebih dari 3.
2. Persoalan Minimum dan Maksimum (MinMaks)
Persoalan : Misalnya diketahui table A yang berukuran n eleman sudah berisi nilai integer. Kita ingin menentukan nilai minimum dan nilai maksimum sekaligus di dalam table tersebut. Misalkan tabel A berisi elemen-elemen sebagai berikut :
Ide dasar algoritma secara Divide and Conquer :
Ukuran table hasil pembagian dapat dibuat cukup kecil sehingga mencari minimum dan maksimum dapat diselesaikan (SOLVE) secara lebih mudah. Dalam hal ini, ukuran kecil yang dipilih adalah 1 elemen atau 2 elemen.
Algoritma MinMaks :
a. Untuk kasus n = 1 atau n = 2,
SOLVE : Jika n = 1, maka min = maks = An. Jika n = 2, maka bandingkan kedua elemen untuk menentukan min dan maks.
b. Untuk kasus n > 2,
DIVIDE : Bagi dua table A secara rekursif menjadi dua bagian yang berukuran sama, yaitu bagian kiri dan bagian kanan.
CONQUER : Terapkan algoritma Divide and Conquer untuk masing-masing bagian, dalam hal ini min dan maks dari table bagian kiri dinyatakan dalam peubah min1 dan maks1, dan min dan maks dari table bagian kanan dinyatakan dalam peubah min2 dan maks2.
COMBINE : Bandingkan min1 dan min2 untuk menentukan min table A, serta bandingkan maks1 dan maks2 untuk menentukan maks table A.
3. Optimasi Konversi Bilangan Desimal Ke Biner
Salah satu cara optimasi yang bias kita lakukan adalah membagi bilangan decimal yang hendak diubah dengan angka 8 ( bukan 2 ). Di sinilah prinsip algoritma Divide and Conquer kita gunakan untuk melakukan optimasi. Kita pecah-pecah angka decimal yang akan kita gunakan dengan cara membaginya dengan angka 8 secara berulang. Angka-angka sisa pembagian yang kita peroleh kemudian kita ubah ke dalam bilangan biner sebelum kita gabungkan menjadi hasil jawaban.
Karena angka pembagi yang kita pakai adalah 8 (23), maka kita dapat mengurangijumlah pembagian yang kita lakukan menjadi ± 1/3 dari jumlah semula. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada kinerja dan waktu yang diperlukan oleh computer mengingat proses pembagian merupakan salah satu proses yang cukup rumit.
Tentu saja optimasi ini harus kita bayar dengan menangani konversi bilangan octal ke biner. Akan tetapi jika kita gunakan teknik perbandingan ( tanpa harus melakukan konversi secara manual ), maka proses ini akan menjadi sangat cepat dan mudah. Penerapan algoritma ini adalah dengan menggunakan sintaks case of. Begitu juga dengan permasalahan pemakaian memori ( kompleksitas ruang ) yang lebih besar yang muncul akibat penggunaan algoritma rekursif. Karena pada proses rekursif-nya kita tidak banyak menggunakan variable yang memerlukan tempat yang begitu besar, maka hal ini bias kita abaikan. Dengan penggunaan optimasi ini, maka seharusnya proses konversi akan lebih cepat karena pemangkasan jumlah pembagian yang dilakukan.
Skema procedur utama Konversi dengan optimasi :
Skema procedur rekursif dengan menerapkan Algoritma Divide and Conquer :
Kompleksitas waktu algoritma :
T(n) = O(n/3)
dengan n menyatakan eksponen terkecil dari 2 yang mempunyai nilai 2n lebuh besar dari angka decimal.
Algoritma konversi system bilangan dengan menggunakan algoritma dengan optimasi yang menerapkan algoritma Divide and Conquer lebih mangkus daripada algoritma konversi dengan metode pembagian sisa biasa jika dilihat dari segi kompleksitas waktunya. Hanya saja optimasi ini diimbangi dengan kenaikan pada kompleksitas ruangnya, meskipun pengaruhnya tidak sebesar optimasi yang kita lakukan.
4. Mencari Pasangan Titik yang Jaraknya Terdekat (Closest Pair)
Persoalan : Diberikan himpunan titik, P, yang terdiri dari n buah titik, (xi,yi), pada bilangan 2-D. Tentukan jarak terdekat antara dua buah titik di dalam himpunan P. Jarak dua buah titik p1 = (x1, y1) dan p2 = (x2, y2) :
Penyelesaian dengan Algoritma Divide and Conquer :
a. Asumsi : n = 2k dan titik-titik diurut berdasarkan absis (x).
b. Algoritma Closest Pair :
SOLVE : jika n = 2, maka jarak kedua titik dihitung langsung dengan rumus Euclidean.
DIVIDE : Bagi titik-titik itu ke dalam dua bagian, PLeft dan PRight, setiap bagian mempunyai jumlah titik yang sama
CONQUER : Secara rekursif, terapkan algoritma D-and-C pada masingmasing bagian.
Pasangan titik yang jaraknya terdekat ada tiga kemungkinan letaknya :
Pasangan titik terdekat terdapat di bagian PLeft.
Pasangan titik terdekat terdapat di bagian PRight.
Pasangan titik terdekat dipisahkan oleh garis batas L, yaitu satu titik di PLeft dan satu titik di PRight.
Jika kasusnya adalah (c), maka lakukan tahap COMBINE untuk mendapatkan jarak dua titik terdekat sebagai solusi persoalan semula.
E. KEUNTUNGAN ALGORITMA
1. Memecahkan masalah yang sulit
Bagilah dan taklukkan adalah alat yang ampuh untuk memecahkan masalah yang sulit secara konseptual: yang dibutuhkan hanyalah cara memecahkan masalah menjadi sub-masalah, memecahkan kasus-kasus sepele dan menggabungkan sub-masalah ke masalah asli. Demikian pula, mengurangi dan menaklukkan hanya membutuhkan pengurangan masalah menjadi satu masalah yang lebih kecil, seperti teka-teki Menara Hanoi klasik, yang mengurangi memindahkan menara dengan ketinggian n untuk memindahkan menara dengan ketinggian n - 1
2. Efisiensi algoritma
Paradigma divide-and-conquer sering membantu dalam penemuan algoritma yang efisien. Itu adalah kunci, misalnya, untuk metode perkalian cepat Karatsuba, algoritma quicksort dan mergesort, algoritma Strassen untuk perkalian matriks, dan transformasi Fourier cepat.
Dalam semua contoh ini, pendekatan D&C mengarah pada peningkatan biaya asimtotik solusi. Misalnya, jika (a) kasus dasar memiliki ukuran batas konstan, pekerjaan pemecahan masalah dan penggabungan solusi parsial sebanding dengan ukuran masalah n dan (b) ada bilangan terbatas p dari sub-masalah dari size ~ n / p pada setiap tahap, maka biaya algoritma divide-and-conquer adalah O ( n log p n ).
3. Paralelisme
Algoritme Divide-and-conquer secara alami diadaptasi untuk eksekusi di mesin multi-prosesor, terutama sistem memori bersama di mana komunikasi data antara prosesor tidak perlu direncanakan sebelumnya, karena sub-masalah yang berbeda dapat dijalankan pada prosesor yang berbeda.
4. Akses memori
Algoritme bagi-dan-taklukkan secara alami cenderung memanfaatkan cache memori secara efisien. Alasannya adalah setelah sub-masalah cukup kecil, sub-masalah itu dan semua sub-masalah pada prinsipnya dapat diselesaikan di dalam cache, tanpa mengakses memori utama yang lebih lambat. Algoritme yang dirancang untuk mengeksploitasi cache dengan cara ini disebut cache-oblivious , karena tidak memuat ukuran cache sebagai parameter eksplisit. Selain itu, algoritme D&C dapat dirancang untuk algoritme penting (misalnya, pengurutan, FFT, dan perkalian matriks) menjadi algoritme yang tidak menyadari cache yang optimal - algoritme tersebut menggunakan cache dengan cara yang mungkin optimal, dalam arti asimtotik, terlepas dari ukuran cache. Sebaliknya, pendekatan tradisional untuk mengeksploitasi cache adalah memblokir , seperti dalam pengoptimalan sarang loop , di mana masalahnya secara eksplisit dibagi menjadi potongan-potongan dengan ukuran yang sesuai ini juga dapat menggunakan cache secara optimal, tetapi hanya jika algoritme disetel untuk yang spesifik. ukuran cache dari mesin tertentu.
Keuntungan yang sama terdapat pada sistem penyimpanan hierarki lainnya, seperti NUMA atau memori virtual , serta untuk beberapa level cache: setelah sub-masalah cukup kecil, sub-masalah dapat diselesaikan dalam level hierarki tertentu, tanpa mengakses level yang lebih tinggi (lebih lambat).
5. Roundoff kontrol
Dalam perhitungan dengan aritmatika bulat, misalnya dengan bilangan floating-point , algoritme bagi-dan-taklukkan dapat menghasilkan hasil yang lebih akurat daripada metode iteratif yang secara dangkal setara. Misalnya, seseorang dapat menambahkan nomor N baik dengan loop sederhana yang menambahkan setiap datum ke variabel tunggal, atau dengan algoritma D&C yang disebut penjumlahan berpasangan yang memecah kumpulan data menjadi dua bagian, secara rekursif menghitung jumlah setiap setengah, dan kemudian menambahkan dua jumlah. Meskipun metode kedua melakukan jumlah penambahan yang sama seperti yang pertama, dan membayar biaya tambahan dari panggilan rekursif, metode ini biasanya lebih akurat.
Refrensi :
https://andikafisma.wordpress.com/algoritma-divide-and conquer/#:~:text=Pengertian,sehingga%20lebih%20mudah%20untuk%20diselesaikan.
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Divide-and-conquer_algorithm&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search
Nama : M Athallah Permana A
NPM : 19316019
Kelas : TK 19 C
Fakultas : http://ftik.teknokrat.ac.id/
Universitas : https://teknokrat.ac.id/
Komentar
Posting Komentar